Rabu, Mei 02, 2012

METODE PENDUGAAN CADANGAN KARBON BAWAH PERMUKAAN LAHAN GAMBUT

Untuk menduga kandungan cadangan karbon (C) di bawah permukaan lahan gambut terlebih
dahulu harus diketahui volume gambut pada wilayah tertentu dan kelas tingkat
kematangannya. Volume gambut dapat diketahui dengan mengalikan ketebalan lapisan
gambut dengan luas wilayah lahan gambutnya. Ketebalan gambut diukur pada beberapa
titik/lokasi berbeda (agar datanya mewakili) dengan cara menusukkan tongkat kayu atau bor
tanah (gambut) ke dalam lapisan gambut hingga mencapai/ mengenai lapisan tanah
mineralnya, sedangkan luas lahan gambut dapat diketahui dari peta sebaran gambut yang
diperoleh dari hasil analisis dan interpretasi citra satelit dengan bantuan informasi dari peta
topografi dan peta geologi. Tingkat kematangan/ pelapukan gambut dapat diukur langsung di
lapangan dengan metoda sederhana seperti diuraikan di bawah ini. Sedangkan penentuan
bobot isi (bulk density) dan %-C-organik selain berasal dari pengukuran contoh gambut di
laboratorium juga merujuk kepada bebagai laporan yang berisikan hasil analisis beberapa
contoh tanah gambut (Tabel A) pada beberapa lokasi di Kalimantan.
Prosedur dalam pendugaan cadangan karbon bawah permukaan adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran luas lahan
Pada prinsipnya, pengukuran luas lahan secara sederhana di lapangan dapat dilakukan
dengan mengalikan panjang dan lebar lahan. Namun pada kenyataan di lapangan,
pengukuran ini tidak semudah yang dibayangkan karena bentuk dan topografi lahan
bervariasi. Sehingga untuk mengatasinya dapat digunakan peta sebaran gambut dengan
segala kelengkapan informasinya pada skala besar (1:25.000 – 1:50.000) sebagai dasar
untuk membatasi (delineation) dan menghitung luas areal lahan gambut. Penentuan batas
dilakukan dengan mengacu kepada delineasi hasil interpretasi sedangkan penghitungan luas
areal lahan gambut dilakukan di peta, baik secara manual ataupun digital.
2. Pengukuran Ketebalan Gambut
Pengukuran ketebalan gambut dilakukan pada sebuah titik/lokasi pengukuran (boring, minipit)
yang dilakukan pada beberapa plot (Gambar A). Tahapan-tahapan yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
• Masukan bor tanah gambut atau bor Eijkelkamp yang dimodifikasi (Gambar B) secara
bertahap, angkat bor untuk dicatat kedalamannya dan diambil contoh tanahnya, apabila
bor belum mencapai lapisan tanah mineral maka sambungkan dengan batang bor
berikutnya, ulangi pencatatan pada setiap penyambungan bor sampai mencapai tanah
mineral. (untuk praktisnya, bor biasa diganti dengan tongkat kayu atau besi begel panjang
yang ujungnya diruncingkan dan sebagian sisi ujungnya di sudet agar contoh tanah mineral
dapat sedikit terambil dan terlihat jelas sebagai tanda telah mencapai lapisan tanah
mineral. Tapi dengan alat semacam ini, contoh tanah gambut dari berbagai kedalaman
tidak dapat terambil).
• Disamping mencatat ketebalan, juga catat sifat lainnya seperti:perubahan warna (untuk
mengetahui kematangan gambut secara cepat), kelembaban lapisan atas (kering/
basah/lembab diamati secara visual), konkresi arang (ada tidaknya gambut bekas
terbakar), dan sebagainya.
• Untuk keperluan analisa kematangan tanah gambut (juga untuk analisa parameter fisik
dan kimia lainnya), ambil contoh tanah seberat 1-1,5 kg. Contoh diambil secara komposit,
yaitu dari campuran tanah gambut yang berasal dari berbagai lapisan kedalaman pada
titik bor yang sama. Simpan contoh dalam kantung plastik dan diberi label agar tidak
keliru dengan contoh tanah yang lainnya. Contoh tanah ini nantinya dapat digunakan
untuk mengetahui tingkat kematangan gambut, seperti diuraikan di bawah ini.
3. Penentuan Tingkat Kematangan
Dalam Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 1998) tingkat kematangan/ pelapukan tanah
gambut dibedakan berdasarkan tingkat dekomposisi dari bahan (serat) tanaman asalnya. Ketiga
macam tingkat kematangan tersebut adalah: (1) fibrik, (2) hemik dan (3) saprik. Karena
pentingnya tingkat kematangan ini untuk diketahui, maka untuk memudahkan pencirian di
lapangan, definisi tentang serat-serat ini harus ditetapkan terlebih dahulu.
Serat-serat diartikan sebagai potongan-potongan dari jaringan tanaman yang sudah mulai
melapuk (tidak termasuk akar-akar yang masih hidup) dengan memperlihatkan adanya struktur
sel dari tanaman asalnya. Potongan-potongan serat mempunyai ukuran diameter ≤ 2 cm,
sehingga dapat diremas dan mudah dicerai – beraikan dengan jari.
Potongan-potongan kayu berdiameter > 2 cm dan belum melapuk sehingga sulit untuk diceraiberaikan
dengan jari, seperti potongan-potongan cabang kayu besar, batang kayu dan tunggul
tidak dianggap sebagai serat-serat, tetapi digolongkan sebagai fragment kasar.
Penetapan tingkat kematangan/ pelapukan tanah gambut di lapangan sebagai berikut :
Ambil segenggam tanah gambut (hasil kegiatan No.2 di atas) kemudian diperas dengan telapak
tangan secara pelan-pelan, lalu lihat sisa-sisa serat yang tertinggal dalam telapak tangan :
• Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah tiga
perempat bagian atau lebih (≥ ¾), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis
fibrik.
Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah
antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (<3/4 - ≥ ¼), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis hemik. • Bila kandungan serat yang tertinggal dalam telapak tangan setelah pemerasan adalah kurang dari seperempat bagian (<1/4) maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis saprik. Cara lain untuk mendukung penggolongan tingkat kematangan/ pelapukan tanah gambut tersebut adalah dengan memperhatikan warnanya. Jenis tanah gambut fibrik akan memperlihatkan warna hitam muda (agak terang), kemudian disusul hemik dengan warna hitam agak gelap dan seterusnya saprik berwarna hitam gelap. 4. Bobot Isi dan C-organik Sebetulnya penetapan bobot isi (Bulk Density/BD) tanah gambut dapat dilakukan secara langsung di lapangan dengan menggunakan metode bentuk bongkahan atau clod (Notohadiprawiro, 1983), tetapi kedua metode ini menghasilkan angka-angka BD yang lebih besar karena kandungan air di dalam bongkahan gambut masih tinggi. Sementara itu, pengukuran bobot isi tanah gambut, lebih banyak dilakukan di laboratorium dengan menggunakan ring core. Dalam metode ring core, untuk menghilangkan kandungan air dalam contoh, maka tanah gambut dikeringkan dalam oven (suhu 105o C selama 12 jam) dan diberi tekanan 33 – 1500 kPa, sehingga tanah menjadi kompak dan stabil. Dalam buku ini, metode penentuan nilai bobot isi (BD) pada tanah gambut mengikuti metode ring core seperti yang juga dilakukan oleh laboratorium Puslitbang Tanah dan Agroklimat (Staf Laboratorium Kimia, 1998). Kandungan C-organik dalam tanah gambut tergantung tingkat dekomposisi-nya. Umumnya pada tingkat dekomposisi lanjut seperti hemik dan saprik akan memperlihatkan kadar C-organik lebih rendah dibanding dengan fibrik. Proses dekomposisi menyebabkan berkurangnya kadar C dalam tanah gambut. Wahyunto et al., (2004), telah mentabulasikan nilai-nilai BD dan C-organik di Kalimantan pada berbagai tingkat kematangan/pelapukan tanah gambut seperti terlihat pada Tabel A. Nilai-nilai yang dikumpulkan ini berasal dari hasil analisis langsung beberapa contoh tanah pewakil di seluruh Kalimantan, serta dari berbagai data hasil penelitian tanah gambut di Kalimantan beberapa tahun sebelumnya (diantaranya oleh IPB dan Puslitbang Tanah & Agroklimat). Nilainilai tersebut dapat digunakan untuk menghitung kandungan cadangan karbon (lihat rumus) pada tanah gambut di Kalimantan atau mungkin juga lokasi-lokasi lainnya di Indonesia. 5. Rumus Perhitungan Pendugaan Cadangan Karbon Bawah Permukaan Parameter yang digunakan untuk menghitung cadangan karbon bawah permukaan (below ground) adalah luas lahan gambut, kedalaman atau ketebalan tanah gambut, bobot isi (BD) dan kandungan karbon (C-organik) pada setiap jenis tanah gambut. Rumus yang digunakan tersebut adalah : Kandungan karbon (KC) = B x A x D x C Dimana : KC = Kandungan karbon dalam ton B = Bobot isi (BD) tanah gambut dalam gr/cc atau ton/m3 A = Luas tanah gambut dalam m2 D = Ketebalan gambut dalam meter C = Kadar karbon (C-organik) dalam persen (%)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman