Selasa, November 22, 2011

Ilmu Tanah: Ruang Lingkup, Sejarah Dan Tokoh Di Indonesia

Ilmu tanah dipelajari oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu-ilmu keteknikan (rekayasa), agronomi/pertanian, kimia, geologi, geografi, ekologi, biologi (termasuk cabang-cabangnya), ilmu sanitasi, arkeologi, dan perencanaan wilayah. Akibat banyaknya pendekatan untuk mengkaji tanah, ilmu tanah bersifat multidisiplin dan memiliki sisi ilmu murni maupun ilmu terapan.
Ilmu tanah dibagi menjadi dua cabang utama: pedologi dan edafologi. Pedologi mempelajari tanah sebagai objek geologi. Edafologi, atau ilmu kesuburan tanah, mempelajari tanah sebagai benda pendukung kehidupan. Keduanya menggunakan alat-alat dan sering kali juga metodologi yang sama dalam mempelajari tanah, sehingga muncul pula disiplin ilmu seperti fisika tanah, kimia tanah, biologi tanah (atau ekologi tanah), serta ilmu konservasi tanah. Karena tanah juga memiliki aspek ketataruangan dan sipil, berkembang pula disiplin seperti mekanika tanah, pemetaan (kartografi), geodesi dan survai tanah, serta pedometrika atau pedostatistika. Penggunaan informatika juga melahirkan beberapa ilmu campuran seperti geomatika
Sejarah ilmu tanah di Indonesia
Ilmu tanah di Indonesia Pertama diajarkan di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (merupakan kelanjutan dari Landbouw Hogeschool yang didirikan 1940, selanjutnya menjadi Institut Pertanian Bogor) oleh staf pengajar berkebangsaan Belanda, seperti Prof. Dr. Ir. F.A. van Baren (pakar agrogeologi dan mineralogi) dan Prof. Dr. H.J. Hardon (pakar ilmu tanah dan kesuburan tanah). Mereka kemudian digantikan oleh Drs. F.F.F.E. van Rummelen dan Dr. J. van Schuylenborgh. Akibat nasionalisasi, sejak tahun 1957 digantikan oleh Drs. Manus dan Dr. Ir. Tan Kim Hong. Penelitian tanah di Indonesia mulai saat Indonesia masih dalam kekuasaan kolonial Belanda oleh Dr. E.C.Jul. Mohr (1873–1970). Dr. Mohr yang bertugas di Indonesia sebagai kepala Laboratorium Voor Agrogeologie en Grond Onderzoek di Bogor (sekarang menjadi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat) telah menjalankan survai di Indonesia sejak tahun 1920. Ia menerbitkan buku pentingnya tahun 1933[1]. Buku tersebut memaparkan iklim dan komposisi tanah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Papua, Maluku, Halmahera, Kalimantan, dan Sulawesi. Versi yang disempurnakan diedarkan kembali pada tahun 1972[2]. Buku ini masih menjadi rujukan bagi pakar tanah di daerah tropika sampai sekarang..
Tokoh ilmu tanah Indonesia
• Go Ban Hong
Profesor Go Ban Hong (lahir 21 Oktober 1925 di Gorontalo) adalah pensiunan guru besar ilmu tanah di Institut Pertanian Bogor. Pak Go adalah panggilan akrab mantan dosen Ilmu Tanah di IPB.
Prof Go Ban Hong menurut Prof. Andi Hakim Nasution adalah orang yang amat cerdas, di mana thesis S1-nya (tahun 1950an) hanya berjumlah 12 lembar, tapi daftar pustakanya tidak kurang dari 100. Setelah lulus Sarjana Pertanian, ia mulai kerja di Balai Penjelidikan Tanah, Bogor pada tanggal 31 Januari 1953,dengan tujuan ingin mendapatkan gelar doktor. Sejak itulah, beliau memulai karir sebagai peneliti tanah.
Go Ban Hong mendapat gelar Doktorat dari IPB tahun 1957 di bawah asuhan Profesor Jan van Schuylenborgh dengan disertasi berjudul Penjelidikan tentang neratja hara mineral dari padi sawah (Oryza sativa l.). Ia juga sebagai pelopor kesuburan tanah dengan riset pemupukan NPK untuk meningkatkan hasil panen padi dataran rendah tahun 1959. Ia menjabat sebagai Direktur Lembaga Penjelidikan Tanah dari tahun 1962-1966.
Go Ban Hong memetakan jenis tanah pulau Jawa skala 1:250,000 tahun 1966. Ia terkenal sebagai pakar kesuburan tanah dan konservasi tanah di Indonesia. Ia terkenal dengan konsep fenomena kelelahan tanah di Indonesia dan kondisi tanah yang banyak sakit, karena terus-menerus terkuras akibat produksi padi yang selalu digenjot. Ia menemukan bahwa tanah yang subur semakin langka, daya produksi pangan semakin mundur, tanah-tanah semakin terkuras khususnya humus karena irigasi dan pupuk pabrik, sehingga tanah memadat dan keras pada musim hujan dan becek di musim air berkelimpahan. Tanaman kahat air di musim kemarau dan kahat udara segar di musim becek, dan manfaat pupuk pabrik menurun drastis. Ia menyarankan agar selalu memperhatikan pemberian bahan baku kompos, pupuk kandang/hijau, masa istirahat tanah diperhatikan, serta mengurangi kebutuhan air irigasi yang berkelebihan. Ia juga menyarankan waktu itu, bahwa padi gogo berpotensi lebih tinggi daripadi sawah.
Ia juga mengkampanyekan, agar tidak terlalu bertumpu pada padi/beras sebagai sumber enersi/karbohidrat. Ini dibuktikan sendiri, karena ia termasuk orang yang sangat sedikit makan nasi, sarapan pagi cukup dengan pisang.
Prof.Dr.Ir. Go Ban Hong semenjak pensiun dari Guru Besar Institut Pertanian Bogor tahun 1987, pernah menjadi Dosen Fakultas Pertanian dan Guru Besar di Universitas Sintu Maroso, Poso, Sulawesi tengah. ia juga menjabat sebagai Direktur Federation for Indonesian Speleological Activities (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) di Bogor, yang mempromosikan lingkungan hidup.
Pada tanggal 24 Januari 2008, Pak Go mendapat penghargaan Anugeraha Sewaka Winayaroha dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia.

Sumber: Sam Setyautama, Suma Mihardja. 2008. Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Gramedia.
• Tan Kim Hong
Tan Kim Hong atau dikenal juga sebagai Tan Kim Howard adalah Professor Emeritus di bidang Agronomi di The University of Georgia, Athens, Amerika Serikat. Tan adalah pakar ilmu kimia tanah dan mineralogi tanah.
Tan yang lahir tahun 1926 adalah lulusan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, mendapat gelar M.S. di bidang agronomi tahun 1955, dan Doktor di bidang Ilmu tanah tahun 1958 dibawah asuhan Dr. J. van Schuylenborgh. Ia pernah menjabat sebagai ketua jurusan tanah IPB sejak tahun 1957. Ia kemudian pindah ke Amerika Serikat, pertama bekerja di USDA Agricultural research Service di Fort Collins, Colorado, kemudian pindah ke University of Georgia tahun 1968 sebagai asisten profesor, kemudian menjabat sebagai profesor agronomi selama lebih dari 20 tahun. Tan menerima banyak penghargaan seperti: University of Georgia College of Agriculture Alumni Award, D.W. Brooks Award. Ia telah pensiun ditemani istri Yelli, namun tetap aktif menulis buku rujukan ilmu tanah dan mengembangkan ilmu tanah di Indonesia. Pada tahun 2003 beliau menerima penghargaan Fulbright Scholarship untuk mengajar kimia tanah dan bahan humik di Argentina.
• Kang Biauw Tjwan
Kang Biauw Tjwan (lahir di Kota Batu, Kabupaten Malang, 11 Januari 1932 – meninggal di Boston, Amerika Serikat, 2 Februari 2008 pada umur 76 tahun) adalah seorang ilmuwan tanah, agronomi, dan agroforestri. Dr. Kang terkenal sebagai pelopor sistem budidaya lorong (alley cropping) di negara tropis.
Ia mendapat gelar insinyur dalam kesuburan tanah di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1958. Ia kemudian kerja sebagai asisten dosen Prof. Go Ban Hong. Ia melanjutkan studinya di tingkat doktoral dan mendapat gelar PhD in Agronomy dari Universitas Purdue, di Purdue, Indiana, Amerika Serikat dari 1959 sampai 1962. Disertasinya berjudul: The reactions and tolerance mechanisms of partial root systems of corn seedlings to high salt concentrations in liquid and solid media di bawah bimbingan Prof. A.J. Ohlrogge. Setelah tamat, ia kembali menjabat sebagai dosen kesuburan tanah di IPB sampai 1965.
Selama di Indonesia, ia juga menjabat sebagai penasehat teknis untuk U.S. Agency for International Development (USAID) di Indonesia. Bersama Dr. H.F. Massey dari University of Kentucky dan Dr. S. Effendi, melalukan percobaan kesuburan tanah dan rekomendasi pemupukan untuk produksi jagung. Dia juga merupakan penasehat dalam program intensifikasi beras di Indonesia.
Pasca 1965 ia meninggalkan Indonesia, tahun 1966, bekerja untuk Food and Agricultural Organization (FAO) sebagai Profesor Tanah Tropis di University of Liberia di Monrovia. Sejak tahun 1969 ia menjabat posisi sebagai Principal Soil Scientist and Agroforester di International Institute of Tropical Agriculture (IITA) di Ibadan, Nigeria selama lebih dari 20 tahun.
Dr. Kang berjasa dalam mengembangkan sistem budidaya atau pola tanam lorong (alley cropping) sebagai alternatif dari pertanian tebang dan bakar (slash-and-burn). Alley cropping merupakan sistem budidaya di mana tanaman pangan ditanam di lorong di antara pohon atau semak/ rumput pagar atau kombinasi keduanya. Sistem pertanian ini membentuk lorong-lorong di antara pohon/ tanaman pagar, lorong tersebut dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman panagn seperti palawija dan hortikultura. Sistem ini memberikan kesuburan tanah seperti penambahan bahan organik darai pohon.
Dr. Kang juga mengembangkan agroforestri Arboreta pertama di benua Afrika tropis. Ia menulis lebih dari 170 publikasi ilmiah dalam bidang ilmu tanah dan agroforestri. Dalam karier profesionalnya, ia memberikan ceramah di berbagai universitas dan institut penelitian di dunia.
Dr. Kang menerima penghargaan Swedish Innovations for Development Association Honourable Mention di Swedia tahun 1990 atas berhasilnya menerapkan sistem budidaya lorong (alley cropping) di Nigeria, Filipina, and Indonesia. Penghargaan tersebut menyebutkan: "Dr.Kang telah berhasil menerapkan sistem pengolahan tanah yang permanen dan berkesinambungan, walaupun kerapatan populasi meningkat."
Ia juga mendapatkan penghargaan International Soil Science Award dari Soil Science Society of America tahun 1995. Selain penghargaan profesional, ia juga mendapatkan penghargaan berupa gelar Babaleye Agbe dari desa Alabata di Nigeria atas kontribusi dalam perkembangan pertainian.
Setelah pensiun, ia menetap di Haverhill, Amerika Serikat. Selain tetap mengikuti perkembangan ilmiah, ia mengembangkan hobinya dalam ukiran kayu.
Dr. Kang meninggal pada 2 Februari 2008 pada usia 76 tahun, di Massachusetts General Hospital, Boston.
• Tejoyuwono Notohadiprawiro
Tejoyuwono (nama menurut kelahiran: R.M. Tejoyuwono Notohadiprawiro sekarang bernama K.P.H. Tejoyuwono Notohadikusumo, anugrah KGPAA Pakualam IX) kecil lahir di Yogyakarta, pada tanggal 29 November 1930. Dalam tubuhnya mengalir darah Jawa dari Ayah bernama Prof. R. Soeroso Notohadiprawiro dan Ibu R.Ay. Srisoetengsoe Tedjokoesoemo). Masa kecil Tejoyuwono banyak dilewati di Tejokusuman. Riwayat pendidikannya sangat panjang karena meliwati masa 3 jaman. Jaman Belanda pendidikannya dimulai dengan Taman Kanak-kanak Belanda (Frobelschool) Yogyakarta dari tahun 1935-1936), dilanjutkan Sekolah Dasar Belanda (Europese Lagere School B) Yogyakarta selama 2 tahun.
Akibat situasi perang, sekolah dasarnya dilanjutkan di Tasikmalaya (Europese Lagere School, Tasikmalaya) dan belum sempat tamat karena pendidikan dasar waktu itu berlangsung 7 tahun. Jaman Jepang beliau melanjutkan sekolah dasarnya tempuh di Sekolah Rakyat Sempurna (7 tahun) Keputran, Yogyakarta sampai tamat tahun 1943. Setelah lulus beliau melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP II, Yogyakarta selama setahun, kemudian pindah ke SMP Prapatan, Jakarta. Tahun 1945 keluarga Pak Tejo kembali ke Yogyakarta sehingga pendidikan SMP nya diselesaikan di SMP II. Yogyakarta tahun 1946. Tahun yang sama beliau masuk di Sekolah Menengah Atas B Padmanaba, Yogyakarta. Sempat terputus satu tahun (1948-1949) karena Yogyakarta diduduki Belanda, kemudian dilanjutkan lagi hingga lulus tahun 1950. Setelah lulus SMA beliau melanjutkan ke Fakultas Pertanian dan Kehutanan UGM.
Tejoyuwono mendapatkan gelar Sarjana Muda (B.Sc.Agr.) dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada tahun 1955. Dua tahun kemudian beliau lulus Sarjana Pertanian pada bidang Ilmu Tanah dengan predikat Cumlaude. Dua puluh tiga tahun setelah beliau menyelesaikan Sarjananya, tepatnya pada tahun 1980, beliau menyelesaikan pendidikan S3-nya di UGM dengan judul disertasi “Suatu Hampiran Pedologi untuk Mengaji Pendamparan Dataran Bonorowo di Kedu Selatan, Jawa Tengah”. Promotor beliau pertama kali adalah Prof. Soegiman dan Co Promotornya Prof. R. Soeroso. Kedua promotor tersebut meninggal sebelum Pak Tejo menyelesaikan disertasi. Tidak tahu awal mulanya, IPB ternyata bersimpati kepada beliau sehingga atas usul Prof. Go Ban Hong ditetapkan Promotor pengganti dari IPB yaitu Prof. Dr.Ir. A. Satari.
Tahun 1982 beliau mendapat pengakuan dan kepercayaan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk kepakarannya pada Bidang Ilmu tanah dengan pencapaian gelar Profesornya. Pidato Pengukuhannya diucapkan di depan Sidang Senat Universitas Gadjah Mada pada tanggal 19 Oktober dengan judul “Tridarma Ilmu Tanah. Cita-cita dan Kenyataannya”.
Sebagai dosen Prof. Tejoyuwono telah menghasilkan berbagai tulisan untuk kepentingan Kuliah, Seminar, Lokakarya, Diskusi dan sebagainya. Hasil karya beliau tidak hanya dikenal di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Karangan-karangan yang berjumlah kurang lebih 260 buah menjangkau kurun waktu 1960 – 2000. Dari karangan yang ditulis pertama kali yang disampaikan pada tanggal 15 Desember 1960 di Akademi Pembangunan Nasional (APN), DPP – Urusan Veteran RI hingga karangan terakhir yang disampaikan pada tanggal 25 November 2000, kita berkesempatan untuk menelusuri pemikiran-pemikiran dan obsesi manusia Tejoyuwono.
Konfigurasi ilmu yang dicakup pada bidang pedologi, lahan kering, lahan basah, kesuburan tanah dan pemupukan, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya lahan dan nuansa bahasanya mencerminkan perhatian Prof. Tejoyuwono tidak hanya di bidang Ilmu Tanah tetapi juga di bidang bahasa, yang pada gilirannya memunculkan pameo akan keahlian “sampingan” beliau dalam memahami aspek-aspek bahasa.
Sulit dibantah bahwa kajian-kajian beliau memberikan dampak yang luas di kalangan ilmuwan tanah, pemerhati lingkungan dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Dampak tersebut dapat terihat karena karangan-karangan Prof. Tejoyuwono selalu muncul dengan tema-tema baru yang belum diperhatikan oleh kolega-koleganya. Tejoyuwono mampu dengan tajam melihat masalah-masalah pokok tentang tanah, pendidikan, dan penelitian yang ada dan sekaligus memberikan cara-cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Pada umumnya beliau selalu ingin berpikir ke depan.
Sumber: Sri Nuryani HU. 2000. Catatan Panitia Seminar 70 Prof. Tejoyuwono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman