(C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun
tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna
karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut
banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang
drainasenya buruk.
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik
yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses
dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan
tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang
disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses
pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik
(Hardjowigeno, 1986).
Pembentukan gambut diduga terjadi antara 10.000-5.000 tahun yang lalu
(pada periode Holosin) dan gambut di Indonesia terjadi antara 6.800-4.200 tahun
yang lalu (Andriesse, 1994). Gambut di Serawak yang berada di dasar kubah
terbentuk 4.300 tahun yang lalu (Tie and Esterle, 1991), sedangkan gambut di Muara
Kaman Kalimantan Timur umurnya antara 3.850 sampai 4.400 tahun (Diemont and
Pons, 1991). Siefermann et al. (1988) menunjukkan bahwa berdasarkan carbon
dating (penelusuran umur gambut menggunakan teknik radio isotop) umur gambut di
Kalimantan Tengah lebih tua lagi yaitu 6.230 tahun pada kedalaman 100 cm sampai
8.260 tahun pada kedalaman 5 m. Dari salah satu lokasi di Kalimantan Tengah,
Page et al. (2002) menampilkan sebaran umur gambut sekitar 140 tahun pada
kedalaman 0-100 cm, 500-5.400 tahun pada kedalaman 100-200 cm, 5.400-7.900
tahun pada kedalaman 200-300 cm, 7.900-9.400 tahun pada kedalaman 300-400
cm, 9.400-13.000 tahun pada kedalaman 400-800 cm dan 13.000-26.000 tahun
pada kedalaman 800-1.000 cm.
Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa pembentukan gambut
memerlukan waktu yang sangat panjang. Gambut tumbuh dengan kecepatan antara
0-3 mm tahun-1. Di Barambai Delta Pulau Petak, Kalimantan Selatan laju
pertumbuhan gambut sekitar 0,05 mm dalam satu tahun, sedangkan di Pontianak
sekitar 0,13 mm tahun-1. Di Sarawak Malaysia, laju pertumbuhan berjalan lebih cepat
yaitu sekitar 0,22 –0,48 mm per tahun (Noor, 2001 dari berbagai sumber).
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang
secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi
lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya)
berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah
dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga
danau tersebut menjadi penuh.
Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut
dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi
daerah cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya
pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar,
terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut.
Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil
pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan membentuk
kubah (dome) gambut yang permukaannya cembung. Gambut yang
tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang
pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah
kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada
pengkayaan mineral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar