Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari proses penumpukan bahan-bahan organik, berupa sisa-sisa tumbuhan, dimana proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik berlangsung lebih lambat dari proses penimbunannya. Pembentukan bahan gambut di wilayah tropika disokong oleh curah hujan tinggi, sehingga pelindiaan basa-basa dan pemasaman tanah berlangsung cepat dan kelebihan air dan penurunan aktivitas jasad renik perombak bahan organik sering terjadi (Rieley et al., 1996).
Fungsi ekologi gambut adalah sebagai gudang karbon, penyimpan air, pengatur iklim dan sumber keanekaragaman hayati (Page et al., 1997). Pengalihan fungsi lahan gambut menjadi lahan pertanian dan lahan perkebunan akan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi ekologinya sehingga mengakibatkan dampak lingkungan terutama meningkatnya emisi CO2 yang dilepas oleh lahan gambut. Ini diyakini sebagai salah satu faktor penyebab pemanasan global, perubahan iklim dan meningkatnya muka air laut (Rieley, 2005). Dalam kurun 100 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu bumi sebesar 0.3-0.6 oC. Beberapa faktor yang mengontrol produksi emisi CO2 dan CH4 dari lahan gambut adalah tinggi muka air, temperatur, pH, ketersediaan substrat, degradabilitas, competitive electron acceptor dan populasi metanogenik (Valentine et al., 1994; Lovley et al., 1996; Miyajima et al., 1997 dalam Vasander et al., 2007)
Salah satu fungsi ekologi gambut adalah sebagai gudang karbon. Diperkirakan cadangan karbon dalam gambut tropik mencapai 50-70 Gt C. Laju akumulasi karbon pada gambut tropik (0,56 t ha-1 yr-1) lebih besar dibandingkan laju akumulasi karbon gambut subtropik (0,21 t ha-1 yr-1) (Page, tidak dipublikasikan). Lahan gambut di Indonesia diperkirakan memiliki cadangan karbon dalam gambut lebih dari 16 Gt C, dengan asumsi luas lahan 16 juta ha dan rata-rata ketebalan gambut mencapai 5 m (Wahyunto et al., 2004).
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengukur emisi CO2 yaitu dengan menggunakan infared gas analyzer (PP system, model EGM-4), sebuah alat yang portable. Prinsip kerja alat ini dimana sebuah chamber silinder terbuat dari aluminium dengan diameter 20 cm dihubungkan dengan CO2 analyser oleh selang kecil yang terbuat dari karet sintetik sehingga bersifat elastis. Udara yang berasal dari chamber mengalir ke CO2 analyser (PP system, model EMG-4). Dalam chamber dipasang kipas angin kecil (diameter 3 cm) agar terjadi sirkulasi udara. Emisi CO2 yang dilepas dari tanah yang masuk kedalam chamber direkam oleh CO2 analyser pada detik ke 81 dan terus berulang sebanyak 4 kali rekaman untuk masing-masing sub titik pengukuran. Kemudian chamber diangkat dan ditempatkan pada posisi terbuka ke atas agar CO2 yang ada dalam chamber keluar. Pengukuran pada sub titik yang berbeda diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh rekaman sebanyak 12 dalam 1 ulangan. Pengukuran dilanjutkan pada ulangan ke 2 dan ke 3 seperti pada ulangan ke 1. (Jauhiainen et al., 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar