Sabtu, April 28, 2012

PENYELIDIKAN ENDAPAN GAMBUT DI DAERAH BARITO BELAWANG, KABUPATN BARITO KUALA PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh

A.D. SOEBAKTY
Sub Direktorat Batubara
Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral

S A R I
Daerah Barito Belawang secara administrasi terdapat 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Carbon, Rantau badauh, Mandastana, Anjir Muara, Anjir Pasar, Belawang dan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis terletak antara 3o00 - 3o15’ LS an 114o30’ – 114o45’ BT (Gambar 1).
Stratigrafi daerah penyelidikan disusun oleh satuan endapan Kuareter/aluvium, berumur Holosen (Gambar 2) yang sebagian terisi endapan gambut.
Dari hasil pengamatan secara fisik, endapan gambut di daerah ini berasal dari sisa-sisa tumbuhan rendah rawa. Seluruh endapan termasuk tipe “Topogeneus Peat” yang mempunyai ketebalan bebeapa cm hingga + 150 meter. Hampir seluruh daerah telah dibakar penduduk djadikan ladang, pesawahan dan pertanian yang dikelola pemerintah setempat.
Secara megaskpis diketahui terdapat kelas gambut, yaitu Hemic, Safric(>70%) dan Clayey Safric.
Perhitungan sementara sumberdaya gambut di atas 1 meter yaitu di Blok 4 sebesar + 54.687.500 m3 tersebar dalam luas areal + 4375 Ha. Sedangkan ratusan ribu Ha pada lok 1, 2 dan 3 hanya terdapat sisa-sisa jejak gambut dengan ketebalan maksimal + 0,3 meter.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara nomor 4 di dunia yang mempunyai potensi endapan gambut setelah Kanda, Rusia dan Amerika Serikat. Endapan gambut ini tersebar di seluruh Indonesia seluas + 26 juta Ha (Anderson, 1964, Reprton Energy use of Peat, Shell Companies in Indonesia, 1981). Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rangka merealisasikan anggaran biaya tambahan (ABT), DIK-S – BB/201,Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral melalui Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan penylidikan endapan gambut di daerah Barito Belawang, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Penyelidikan ini dilaksanakan untuk mengetahui/ menginventarisasikan sebaran, ketebalan, sumber daya, mutu, bentuk endapan dan kondisi geologi endapan gambut.
Selain hal tersebut juga dapat diketahui data umum wilayah seperti infra struktur, kondisi sosial masyarakat, iklim, curah hujan, demografi dan hal-hal lain yang erat kaitannya dengan kegiatan selanjutnya.
Seluruh data yang didapat diharapkan merupakan data inventaris yang akan menunjang dalam menentukan prospek pemanfaatan dan pengembangan penggunaannya dikemudian hari.
1.3 Letak, Kesampaian dan Sarana Perhubungan
Daerah penyelidikan secara administrasi terdapat dalam 7 kecamaatan, yaitu Kecamatan Carbon, Rantau Badauh, Mandastana, Anjir Muara, Anjir pasar, Belawang dan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan.
Secara geografi terletak diantara 3o00’ – 3o15’ LS dan 114o30’ – 14o45’ BT (Gambar 1). Daerah utama terletak + … km sebelah Utara Banjarmasin, dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, kemudian dilanjutkan dengan perahu motor dan sampan.
1.4 Demografi, Iklim dan Tata Guna Lahan
Penduduk di daerah penyelidikan dan sekitarnya menurut sensus registrasi akhir tahun 1999) tercatat 93.841 jiwa dalam 7 kecamatan, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 3,18%.
Keadaan iklim di daerah penyelidikan seperti umumnya daerah tropis yang mempunyai kelembaban dan curah hujan tinggi yang dipengaruhi oleh tiga karakteristik utama, yaitu curah hujan, angin dan temperatur
Data curah hujan dan curah hujan yang diketahui dari Dinas Pertanian Kabupaten Barito Kuala tercatat rata-rata per tahun 2.074 mm, har hujan 123.
Tata guna lahan, hampir seluruh daerah penyelidikan tidak mempunyai tata guna lahan yang jelas, kecuali di dekat kota kabupaten dan lokasi-lokasi transmigrasi. Dari + 502.183 Ha tanah, tercatat hanya 43,668 Ha berupa prkebunan rakyat dan hutan negara (+ 11%), sisanya beberapa peladangan, sawah tadah hujan, pasang surut dan lain-lain.
2. GEOLOGI UMUM
2.1 Geologi Regional
Daerah penyelidikan berupa dataran bergelombang rendah yang disusun oleh satuan endapan aluvium yang terbentuk kala Holosen dan dipisahkan oleh sungai-sungai berbentuk meander dan terjadi rawa-rawa yang sangat luas. Sungai utama S. Barito, Sungai Alalak dan S. Martapura
2.2 Stratigrafi
Satuan endapan aluvium yang terddapat di daerah penyelidikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.Satuan aluvium tua (Qal), terdiri dari kerikil, pasir, lanau dan lempung.
b.Satuan aluvium muda (Qa), terdir dari pasir halus lanauan, lanau lempungan, lempung, lumpur dan gambut.
3. HASIL PENYELIDIKAN
3.1 Morfologi
Secara keseluruhan daerah penyelidikan memperlihatkan bentuk morfologi berelief rendah dengan ketinggian berkisar antara 3 sampai 13 meter di atas permukaan laut.
Dataran tertinggi berupa undak bukit dan undak Sungai Barito di sekitar Baratlaut daerah penyelidikan dan sekitar S. Barito dengan ketinggian berkisar antara 10 hingga 13 meter. Batuan penyusun berupa satuan aluvium tua. Relief terendah berupa rawa-rawa dengan ketinggian 1-4 meter, disusun oleh endapan aluvium muda (Gambar 2).
Pengukuran lintasan topografi, karena tidak mempunyai titik ikat utama (Triangulasi), patok pertama diambil dari pinggir sungai yang terletak di sekitar ketingian daerah sekitarnya dengan ketinggian permukaan endapan gambut, sehinga bilamana pemanfaatan gambut atau tanah akan dilaksanakan dapat dipertimbangkan seberapa dalam (tebal) gambut yang akan diproduksi. Dari hasil pengukuran tersebut diketahui perbedaan ketinggian yang bergambut utuh antara cm sampai + 2 meter, sedangkan pada daerah yang gambutnya sudah dibakar ketinggian permukaan tanah lebih rendah sehingga terbentuk rawa-rawa yang luas terendam air.
3.2 Stratigrafi dan Lingkungan Pengendapan
Satuan batuan yang ditemukan di daerah penyelidikan secara garis besar sudah dijelaskan pada sub bab stratigrafi. Dari hasil pemetaan geologi permukaan dan didukung pengukuran lintasan jalur bor, batas litologi terutama antara endapan gambut dan litologi sekitarnya dapat diketahui lebih jelas, satuan batuan yang terdapat di daerah penyelidikan terdiri dari :
a. Satuan aluvium tua (Qal), kerikil kelabu-kekuningan kotor, pasir kelabu terang-kekuningan, lanau kecoklatan-kekuningan, lempung, abu-abu keputihan, padat-lunak.
b. Satuan aluvium muda (Qa), lanau kecoklatan-kekuningan kotor, lanau lempungan, pasir halus putih kekuningan, lempung abu-abu muda-keputihan kotor, lunak, lumpur organik kotor-kehitaman dan gambut coklat tua-coklat kehitaman.
Pendekatan yang dipakai dalam analisis lingkungan pengedapan gambut adalah atas dasar sifat-sifat litologi dan struktur sedimen yang berkembang di sekitar daerah pengendapan gambut. Pada umumnya endapan gambut didaerah ini terdapat berasosiasi dengan lempung karbonan atau lempung organik dimana terlihat jelas jejak tempat hidup tumbuhan pembentuk gambut dan endapannya bersifat “Autochtonous”/insitu. Selain itu endapan gambut terbentuk diantara tanggul-tanggul alam atau levee, membentuk rawa-rawa terisi gambut.
Dari hasil analisa conto gambut “Clay sapric” atau gambut lempungan terlihat persentase minimal besi sulfida tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka pengendapan gambut di daerah ini adalah lingkungan rawa.
3.3 ENDAPAN GAMBUT
3.3.1 Klasifkasi
Dari hasil pengamatan penampang bor, pembentukan gambut (genesa) diperkirakan dimulai dari penimbunan sisa-sisa tumbuhan jenis tumbuhan rendah dan belukar pada lensa-lensa dataran bergelombang. Dalam pembentukan awal pengaruh air sungai masih dominan sehingga terbentuk endapan gambut “Togeneous Peat” yang umumnya bercampur lempung dengan ketebalan relatif tipis.
Hasil pengamatan secara megaskopis dari pemboran maupun singkapan yang ada, endapan gambut diketahui terdiri dari 3 kelas yaitu; Hemic, safric dan clayey safric.
Hemic berwarna coklat tua teriri dari komponen serat-serat sisa kayu, batang, akar-akaran dan kulit berukuran dominan beberapa mm hingga 5 cm (H6-H7).
Safric berwarna coklat tua kehitaman terdiri dari sisa-sisa tumbuhan hampir semuanya halus berupa pasta, fragmen-fagmen tumbuhan masih terlihat ada (H7-H8).
Clayey safric berwarna kehitaman, terdiri dari sisa-sisa tumbuhan sama seperti safric, tetapi telah banyak bercampur lumpur lempungan (H8).
Dari pengamatan megaskopis di lapangan lebih dari 70% endapan gambut di daerah ini termasuk kelas safric.
3.3.2 Sumberdaya gambut
ratusan ribu hektar daerah yang diselidiki, yang mempunyai ketebalan gambut lebih dari 1 meter adalah+ 4375 Ha, sedangkan sisanya berupa jejak-jejak gambut tebakar hanya mempunyai ketebalan beberapa cm sampai 0,30 meter (Gambar 2). Sumberdaya gambut dihitung dari perkalian antara luas sebelum dengan ketebalan anatara rata-rata dua isopach adalah + 54.687.50 m3 (Bok 4). Sedangkan sumberdaya pada Blok 1,2 dan 3yang mempunyai sisa ketebalan maksimal 0,30m adalah + 1.006.500 m3.
3.3.3 Kualitas
Pembahasan kualitas gambut dilakukan secara analisa kimia. Untuk mengetahui kualitas tersebut telah dianalisa 14 conto yang dianggap mewakili sebagian daerah penyelidikan. Conto-conto ini diambil dari endapan gambut paling bawah secara “play sample” dari “Hemic sampai Clayeys afric”.
Dari 14 conto yang dianalisa diketau raa-ratakandungan LN %, LJ%,M%VM5 FC %,St %, BD %CV KAL/GR,Ab % dan pHÂ…
3.3.4 Prospek Pemanfaatan Endapan Gambut
umumnya berdasarkan pengalaman selain sebagai bahan energi altenatif gambut dapat dmanfaatkan antara lain untuk industri dan lahan pertanian. Endapan gambut basa dikelompok sebagai berikut :
Daerah bergambut dengan ketebalan 0-atau kurang dari 1 meter umumnya dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian bahan makanan,palawija dan hortikultura
Lahan gambut dengan ketebalan kurang dari 2 meter biasanya masih dapat digunakan sebagai lahan pertanian produksi perkebunan rakyat ataupun perkebunan besar seperti karet, sagu dan sagu dengan irigasi yang teratur
Lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 2 meter diharapkan dapat dipergunakan untuk energi alternatif dan industri.
Proses pemanfaatan dan pengembangan lahan gambut, karena ketebalan kurang dari 2 meter dan yang paling luas kurang dari 1 meter pada saat ini telah dimanfaatkan sebagai lahan transmigrasi di blok 1, pertanian, sawah, sawah tadah hujan, ladang hampir di seluruh daerah penyelidikan, sedangkan di blok 4 masih belum dimanfaakan berupa rawa-rawa.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian-uraian yang telah dikembangkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa :
Secara stratigrafi, daerah penyelidikan hanya disusun oleh satuan batuan aluvium tua (Qal) dan muda (Qa).
Endapan gambut yang dijumpai di daerah ini terjadi di lngkungan rawa, temasuk jenis endapan “Topogeneos Peat” dan terdiri dari 3 kelas yaitu Hemic, safric (>70%) dan Clayey safri.
Dari hasil pengukuran lintasan topografi pada jalur-jalur pemboran diketahui permukaan endapan gambut dan titik lokal berkisar hanya beberapa cm 2 meter, ketebalan gambut maksimal 1,56 meter.
Endapan gambut di daerah ini tidak berkembang baik, disebabkan karena genesa pembentukannya pada lensa-lensa tipis dan bergelombang dan pengaruh anak-anak sungai yang banyak mengalir di daerah ini dan lebih dari 60% telah dibakar dijadikan lahan pertanian dan pesawahan. Sumberdaya gambut yang dihitung dari ketebalan 1 meter adalah + 54.687.500 m3 dalam luas areal 4375 Ha. Dari hasil analisa diketahui nilai rata-rata kalori Â… kal/gr, kadar sulfur % dan kadar abu %.
Pemanfaatan tanah dan lahan gambut disarankan cukup baik sebagai lahan pertanian, perkebunan dan lahan transmigrasi, dimana endapan gambut yang relatif tipis merupakan bahan pengikat pupuk bila diolah dengan baik, sedangkan untuk energi alternatif tidak cukup prospek, untuk industri sebagai pencampur bahan kertas di blok 4 bisa dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen R.W.Van, 1949; The Geology of Indonesia, Martinus Nijhoff, The Haque.
Report on EnergyUse of Peat, United nations conference on New and Renewable Source of Energy, 1981.
Supardi, 1983; Kegunaan Gambut dan Perkembangannya di Indonesia, Direktorat sumberdaya Mineal, Bandung.
Supardi, dkk., 1990; Laporan Penyelidikan Endapan Gambut Daerah Muarakaman
N. Sikumbang dan R. Heryanto,1994; Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan
Timor, Jarsen, 1985; Energy Project Based on Peat and Bimass Indonesia. Technical Research Centre of Findland.

1 komentar:

Halaman