Nama podsolik merah kuning, yang menjadi sangat terkenal di Indonesia sampai masyarakat awam ikut mengucapkannya, diperkenalkan untuk pertama kali dalam pustaka ilmu tanah Indonesia oleh Dudal & Soepraptohardjo (1957). Nama ini digunakan dalam sistem klasifikasi tanah susunan Baldwin dkk., (1938). Nama tanah ini akhirnya begitu teguh melekat dalam pikiran kebanyakan orang Indonesia, baik yang berurusan maupun yang merasa berurusan dengan tanah, sehingga nyaris tidak tergoyahkan oleh nomenklatur baru menurut sistem klasifikasi tanah yang lebih baik. Sebelum nama podsolik merah-kuning masuk ke Indonesia, tanah itu masuk dalam golongan tanah lateritik. Van der Voort (1950) lebih suka menyebutnya tanah lateritik terdegradasi, yang menunjukkan persepsinya bahwa tanah itu telah mengalami kerusakan berat. Dames (1955) memakai nama tanah lateritik terpodsolisasi, yang juga mencerminkan suatu pendapat bahwa tanah tersebut telah menjalani proses pemunduran kesuburan. Memang banyak juga orang Indonesia, terutama yang awam, menyamakan tanah ini dengan tanah tanpa harapan.
Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1975, 1985) yang masih terus dikembangkan dengan kerjasama internasional untuk kesempurnaannya, tanah podsolik merah-kuning secara umum masuk dalam ordo ultisol. Dikatakan secara umum karena pada dasarnya nama tanah yang berasal dari sistem klasifikasi yang berbeda tidak mungkin dipadankan secara langsung dan lengkap. Hal ini disebabkan karena setiap sistem klasifikasi menggunakan seperangkat kriteria kelas yang berbeda. Andaipun kriteria sama akan tetapi hierarki penerapannya berbeda, hasil pembentukan kelas berbeda pula. Dalam sistem FAO/UNESCO tanah yang disebut ultisol terpilihkan menjadi dua satuan tanah utama, yaitu acrisol dan nitosol. Acrisol ialah kelompok yang lebih buruk, sedang nitosol ialah yang lebih baik.
Penggantian nama tanah atau pemakaian nama tanah baru karena perubahan sistem klasifikasi, bukan sekedar pengubahan sebutan menuruti mode atau selera, atau suatu ulah akademik, melainkan suatu pernyataan pembaharuan persepsi dan konsepsi tentang tanah. Perbaikan sistem klasifikasi membawa peningkatan kecermatan pengamatan, kejelasan pemberian, dan keterandalan penjabaran gejala tanah. Pengertian tentang tanah sebagai faktor dalam pemanfaatan lahan menjadi lebih baik dan ekstrapolasi pengalaman dari kawasan tanah yang satu ke yang lain menjadi lebih sahih (valid).
keren tulisannya,,,lebih keren fotonya...
BalasHapus