Perjalanan waktu dengan dampak dramatik telah memaksa ilmu tanah memperbaharui paradigmanya. Urusan ilmu tanah berubah dengan laju cepat. Perkembangan teknik percobaan dan peralatan mendorong pengkajian ulang persoalan lama dan diperoleh pemahaman baru. Khususnya penggunaan acuan matematik telah memaksa terjadinya banyak perubahan. Ilmu tanah sekarang kurang berkiblat disiplin. Dulu batasan antar bagian ilmu tanah jelas dan ilmu tanah semata-mata merupakan bidang kerja para pakar tanah. Sekarang bagian-bagian ilmu tanah cenderung berbaur, saling mengisi dan saling mendukung, dan penyelesaian persoalan tanah tertentu memerlukan kegiatan bersama antara pakar tanah dan pakar lain. Misalnya, dalam kajian mengenai perilaku akar dalam tanah dan interaksi tanah-tanaman-atmosfer diperlukan kerjasama dengan pakar fisiologi tumbuhan. Dalam hal evaluasi penerapan organisme yang direkayasa secara genetik pada tanah diperlukan kerjasama dengan pakar mikrobiologi. Muncul pula pertanyaan, apakah kepakaran lain tersebut dapat dikembangkan di kalangan para pakar tanah sendiri (Boersma, 1987). Pendek kata, penelitian ilmu tanah masa depan bersifat serbacakup dengan konsep holistik.
Apa pun tujuan akhir suatu kajian tanah, penyelesaian analitik memegang peran penting karena hasilnya menjadi dasar perencanaan dan pelaksanaan percobaan laboratorium dan lapangan atau pengujian acuan numerik (Parlange et al., 1987). Ini berarti bahwa penelitian ilmu tanah masa depan makin memerlukan kecakapan mengolah ilmu dasar, seperti fisika, ilmu kimia, biologi dan matematika.
Dalam hal fisika tanah persoalan yang tetap penting ialah pengangkutan air dan larutan dalam tanah, mekanisme fisik dan kimia tanah yang berdaya pengaruh atas pengangkutan tersebut, khususnya yang berlangsung pada aras mikroskopik untuk dapat menjelaskan gejala yang diurusi pada aras makroskopik, dan pendalaman tentang makna agihan besar butir (particle-size distributions) dalam memberikan informasi penting tentang sifat lengas tanah (Parlange et al., 1987; Wierenga, 1987). Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dinamika dan statika air dalam tanah menjadi masalah yang menduduki tempat penting dalam penelitian fisika tanah pada masadepan. Hal ini tidak saja menonjolkan kepentingan tanah dalam menyediakan air bagi masyarakat nabati pada umumnya dan bagi pertanaman (crops) pada khususnya, akan tetapi juga menonjolkan kepentingan tanah dalam daur hidrologi.
Pembukaan lahan alami menjadi lahan binaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan penyediaan tempat tinggal penduduk, serta konversi penggunaan lahan dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, dapat diramalkan akan melaju semakin cepat. Sehubungan dengan ini masalah pengusikan tanah yang mengarah ke erosi tanah, longsoran lahan (landslide) dan pemampatan tanah (soil compaction) akan tetap menjadi bahan penelitian fisika tanah penting, bahkan bertambah penting, pada masa mendatang. Menurut McCoy (1987) pemampatan tanah merupakan persoalan pertanian utama yang kegawatannya meningkat berkenaan dengan perluasan mekanisasi, penggunaan mesin dan alat yang makin besar dan berat, pengolahan tanah yang makin intensif, dan penjadwalan pekerjaan lapangan yang buruk berkenaan dengan kandungan air kritik dalam tanah yang berkaitan dengan cuaca atau musim basah.
Penjadwalan yang buruk dapat terjadi karena mengejar intensitas pertanaman (cropping intensity) yang tinggi. Dalam hal pembukaan lahan baru penjadwalan yang buruk sering berkenaan dengan pengejaran sasaran luas pembukaan yang harus dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu, sebagaimana terjadi pada pembukaan lahan untuk transmigrasi di Indonesia.
Pemampatan tanah berakibat buruk atas hasil panen pertanaman, terutama karena perubahan yang terjadi dalam lingkungan akar tanaman. Penyingkiran persoalan pemampatan tanah dapat diusahakan lewat pengertian yang lebih baik mengenai mekanisme tanggapan pertanaman terhadap pemampatan pada aras antar muka (interface level) akar dengan tanah. (McCoy, 1987).
Umat manusia menghadapi tantangan penyelamatan lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya alam yang makin kuat. Ilmu kimia tanah dan mikrobiologi tanah berpotensi besar membantu mencarikan jawaban atas tantangan itu. Jawabannya diusahakan lewat berbagai jalan, antara lain membatasi penggunaan pupuk buatan, mendaurulangkan sisa pertanaman dan limbah organik, menerapkan bioteknologi tanah dalam produksi pertanian, termasuk penyehatan ekosistem tanah dan penggunaan pupuk hayati (biofertilizers), dan memanfaatkan kemampuan tanah berfungsi sebagai piranti sanitasi.
Berkenaan dengan hal-hal tadi penelitian tanah pada masa mendatang perlu diarahkan ke pengembangan pengetahuan tentang kinetika proses kimia dan biologi tanah. Kinetika proses yang khusus masih perlu didalami ialah yang menyangkut mekanisme reaksi adsorpsi - desorpsi di permukaan bahan penyusun tanah, dinamika pelarutan dan pengendapan. mineral dalam tanah, kerjasama kimiawi permukaan bahan mineral dengan bahan organik dalam reaksi katalisis, proses pendauran hara secara hayati, dan interaksi tanaman - mikrobia di dalam risosfer (Elliott & Fredrickson,1987; Mortland,1987; Sparks,1987; Stevenson, 1987).
Pada waktu ini bioteknologi tanah baru berada pada awal perkembangannya. Prospeknya sangat cerah, baik dilihat dari segi penyuburan tanah, penyehatan ekosistem tanah dalam arti menekam populasi jasad patogen tanaman dan jasad pemukim akar yang menghambat pertumbuhan akar (inhibitory root colonizers), maupun dari segi pembersihan tanah yang tercemar (Elliott & Fredrickson, 1987; Focht, 1987; Stevenson, 1987). Banyak hal masih perlu diketahui dan didalami sebelum bioteknologi tanah dapat diterapkan secara berhasil. Untuk ini diperlukan penelitian yang mendalam mengenai ekologi mikrobia tanah (Schmidt, 1987) dan biokimia tanah, termasuk kinetika biodegradasi sehubungan dengan genetika dan evolusi jasad (Focht, 1987; Stevenson, 1987). Inilah masalah- masalah yang menantang untuk diteliti pada masa mendatang.
Di bidang kesuburan tanah masih tetap dihadapi persoalan pengelolaan dan penyuburan tanah untuk mencapai hasil panen maksimum menurut ekonomi secara berkelanjutan. Maka rekomendasi pupuk dan pemupukan pada masa mendatang diberikan berdasarkan evaluasi dampak lingkungan dan ekonomi potensial. Karena banyak faktor yang harus diperhitungkan bersama-sama, teknologi komputer dan teknik analisis sistem menjadi alat pokok bagi seorang pakar kesuburan tanah. Sistem uji tanah perlu dikembangkan untuk dapat menghasilkan informasi terandalkan dan dapat lebih mudah dinasabahkan (related) dengan cuaca atau musim, ketersediaan air bagi pertanaman, sistem pengolahan tanah, varietas tanaman, jarak tanam, dan pergiliran pertanaman. Kesuburan tanah tidak lagi difahami menurut konsep Liebig, Mitscherlich- Baule-Spillman, atau konsep kimiawi-fisiologi sederhana yang lain (Halvorson & Murphy, 1987; Westerman & Tucker, 1987). Penelitian kesuburan tanah menyangkut banyak parameter dan hasilpanen suatu pertanaman ditentukan oleh seperangkat faktor abiotik - biotik - agronomi - rekayasa yang berinteraksi secara rumit.
Kajian pengelolaan hara perlu memperhatikan ekologi patogen tanaman lewat tanah (soilborne) agar jangan sampai justru mengaktifkannya, syukur dapat menekan daya serangnya (Christensen, 1987), dan memperhatikan sistem perakaran tanaman dan nasabah akar - trubus (root - shoot relationship) untuk memperoleh kesudahan yang lebih memuaskan (Grunes, et al., 1987).
Kegaraman dan kemasaman tanah tetap menjadi pumpun (focus) perhatian dalam masalah kesuburan tanah. Untuk dapat meneliti secara cermat interaksi kegaraman tanah dengan keluaran tanaman diperlukan sekali acuan fisiologi serbacakup (comprehensive physiological model) yang memerikan (describe) mekanisme ketenggangan (tolerance) garam dalam tanaman. Dalam hal kemasaman tanah diperlukan pengetahuan tentang peran bahan organik, asam organik, dan dandanan (make-up) mineralogi tanah atas kegiatan A1 dan kadarnya dalam larutan tanah serta kejenuhannya pada kompleks pertukaran. Kimiawi A1 yang rumit perlu difahami secara baik (Adams & Doerge, 1987).
Dalam upaya pemahaman hakekat unsur-unsur logam peracun tumbuhan, muncul konsep antimetabolit. Suatu logam beracun yang dalam Daftar Periodik Unsur berada dalam golongan yang sama dengan suatu unsur hara penting dapat menjadi antimetabolit unsur hara tersebut. Apabila suatu antimetabolit beracun menyulih kedudukan unsur hara dalam suatu ensim atau proses yang memerlukan unsur hara tersebut, dapat diharapkan terjadi penghalangan metabolisme. Misalnya Al menyulih B, As menyulih P, Se menyulih S, dan Cd menyulih Zn (Blevins, 1987). Dengan konsep antimetabolit perkara kesuburan dan cekaman (stress) kimiawi tanah beroleh latar belakang biokimia tumbuhan yang kuat.
Pedogenesis merupakan salah satu gatra (aspect) pokok tanah yang menelaah sejarah pembentukan dan perkembangan tanah serta latar belakang produktivitas tanah. Kini makin banyak orang mengakui kepentingan pengetahuan tentang pedogenesis dan paleosol (tanahpurba) untuk penelitian arkeologi, geomorfologi, dan geologi kuarter (a.l. Tedrow, 1973; Ugolini & Schlichte, 1973; Zorm, 1973; Limbrey, 1975; Foss & Collins, 1987).
Tanah ikut dalam interaksi yang berlangsung antar komponen lingkungan sehingga banyak perubahan dalam lingkungan meninggalkan jejak pada tanah. Sehubungan dengan ini pertanyaan mendasar yang diajukan dewasa ini ialah "bagaimana tanah alamiah bereaksi terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungan yang diimbas (induced) oleh manusia?" Pengetahuan tentang pedogenesis dapat mencarikan jawabannya dan dengan demikian dapat membantu merancang pengelolaan lingkungan (Bryant & Olson, 1987).
Informasi tanah diperlukan oleh kalangan yang makin luas, tidak hanya terbatas oleh kalangan pertanian dan yang berkaitan dengan pertanian atau tanaman. Untuk keperluan konstruksi diperlukan informasi tanah. Misalnya untuk merancang fondasi bangunan, untuk membatasi kebocoran saluran pembekal air pertanian, rumahtangga atau industri, atau pembuang limbah cair, dan untuk menghindari tanah yang berdaya korosi kuat atas bagian konstruksi yang ditanam dalam tanah, atau untuk menetapkan di tempat mana bagian konstruksi perlu dilindungi dengan bahan tahan korosi kalau tanah semacam itu terpaksa tidak dapat dihindari. Pipa penyalur minyak yang terpaksa melewati tanah sulfat masam menghadapi persoalan korosi berat, misalnya di daerah Balikpapan.
Semua informasi tanah yang diperlukan oleh berbagai kalangan perlu diperhatikan dalam menyigi tanah (soil survey) agar peta tanah yang dihasilkan menjadi sistem informasi tanah serbaguna. Tantangan yang dihadapi ilmu tanah pada masa mendatang ialah membuat dirinya berguna bagi berbagai pihak, tidak hanya untuk pertanian saja. Maka diperlukan pembaharuan sistem informasi tanah (SIT). Peta tanah merupakan SIT yang sudah lama dikenal baik oleh masyarakat. Namun untuk menyajikan informasi tanah serbaguna kemampuan peta tanah terbatas. Data yang telah diolah menjadi suatu peta tidak siap untuk diolah ulang untuk menghasilkan informasi lain. Maka di samping peta tanah perlu dikembangkan SIT terkomputer yang tidak saja melancarkan pemasukan dan pengambilan kembali (retrieval) data, akan tetapi juga memperbanyak data yang dapat dimasukkan dan parameter yang dapat dicakup, dan memungkinkan mengolah ulang data untuk memperoleh informasi lain.
Dengan mengganti asas Linnean (skala biner atau dikotomi) dengan asas numerikal (skala nominal, pencirian "multistate", analisis "cluster" atau analisis diskriminan ganda), klasifikasi tanah menjadi jauh lebih gayut (relevant) dengan hakekat tanah. Hal ini pada gilirannya meningkatkan sekali harkat peta tanah sebagai sumber informasi. Penggunaan asas matematika ini tidak saja melancarkan klasifikasi tanah (memilahkan tanah menjadi berbagai kelas), akan tetapi juga memudahkan alokasi atau identifikasi tanah (memasukkan tanah dalam kelas-kelas yang sesuai).
Akhir-akhir ini pemetaan tanah juga mengalami kemajuan yang sangat berarti dengan penerapan geostatistik. Dengan cara ini penggarisan batas satuan peta tanah menjadi lebih terandalkan. Semula keragaman tanah dalam ruang dianggap rambang (random) karena perubahan sifat tanah ke arah lateral tidak dapat dipertalikan (related) dengan sebab yang terkenali. Dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang tanah sebagai sistem terungkaplah bahwa sebagian keragaman rambang temyata merupakan keragaman sistematis. Ini berarti bahwa perubahan sifat tanah dapat dikaitkan dengan sebab yang terkenali. Keragaman berskala besar tidak menimbulkan kesulitan dalam pengamatan, pengukuran, dan pengenalan sebab yang menimbulkan (timbulan, bahan induk, hidrologi, dan sebagainya). Maka penentuan batas antar satuan peta tanah dapat mudah dikerjakan secara interpolasi. Akan tetapi keragaman berskala kecil, karena sulit diamati, diukur secara cermat dan ditentukan sebab-sebab yang menimbulkannya, sering memberikan kesan sebagai galat rambang (random error) dalam pengamatan, sehingga lepas dari perhatian sebagai tanda perubahan satuan peta tanah. Padahal keragaman tersebut sebenarnya merupakan keragaman sistematis. Akibatnya, pemilahan satuan peta tanah menjadi tidak cermat.
Statistik biasa tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keragaman sistematis, karena selalu berpangkal pada hipotesis nihil (null hypothesis) yang keragaman harga variabel dalam suatu populasi dianggap timbul secara rambang. Geostatistik menggunakan teori otokorelasi dan semi-varian untuk memerikan (describe) perubahan harga variabel medan menurut jarak. Konsep yang mendasarinya ialah bahwa suatu harga variabel merupakan akibat kedudukan titik pengamatan dalam bentanglahan (landscape) dan kaitannya dengan titik-titik pengamatan tetangganya. Diasumsikan bahwa pengamatan jarak dekat menghasilkan harga variabel yang lebih mirip satu dengan yang lain daripada yang berjarak lebih jauh. Dalam analisis keragaman dalam ruang geostatistik berguna untuk menginterpolasi harga variabel secara optimum di tempat-tempat yang tidak diamati.
sumber : Tejoyuwono Notohadiprawiro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar