Kamis, Desember 15, 2011

Klasifikasi Tanah Rawa Lebak

Lahan rawa lebak seringkali didefinisikan sebagai lahan rawa non-pasang surut, yang karena posisinya di dataran banjir sungai mendapat genangan secara periodik sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, yang berasal dari curah hujan dan/atau luapan banjir sungai. Genangan yang membanjiri lahan lebak dapat terjadi lebih dari satu kali, akibat curah hujan di wilayah tangkapan hujan di bagian hilir sungai memiliki pola bimodal, yaitu dengan dua puncak musim hujan. Atau dapat juga terjadi, karena kondisi oro-hidrologis daerah aliran sungai bagian hilir sudah rusak, sehingga dapat terjadi banjir di bagian hilir beberapa kali dalam setahun.
Tanah-tanah di lahan rawa lebak, baik di wilayah tanggul sungai maupun di rawa belakang, secara morfologis mempunyai kenampakan mirip dengan tanah marin di lahan rawa pasang surut air tawar. Hanya bedanya, karena tanah-tanah di rawa lebak bukan merupakan endapan marin, maka tanah rawa lebak tidak mengandung pirit. Namun, di wilayah peralihan dengan rawa pasang surut air tawar, lapisan pirit masih mungkin diketemukan, tetapi biasanya pada kedalaman 50-70 cm atau lebih dari 120 cm.
Secara skematis, pembagian tanah pada lahan rawa lebak berdasarkan ketebalan gambut, dan kedalaman lapisan bahan sulfidik (jika ini ada) disajikan pada Gambar 3.4. Ada dua kelompok tanah pada lahan lebak, yaitu Tanah Gambut, dengan ketebalan lapisan gambut >50 cm, dan Tanah Mineral, dengan ketebalan lapisan gambut di permukaan 0-50 cm. Tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan antara 20-50 cm disebut Tanah Mineral Bergambut. Sedangkan Tanah Mineral murni, sesuai kesepakatan, hanya memiliki lapisan gambut di permukaan tanah setebal <20 cm.
Tanah Gambut biasanya menempati wilayah Lebak Tengahan dan Lebak Dalam, khususnya di cekungan-cekungan, dan sebagian besar merupakan gambut-dangkal (ketebalan gambut antara 50-100 cm), dan sebagian kecil merupakan gambut-sedang (ketebalan gambut 100-200 cm). Kubah gambut nampaknya tidak terbentuk. Gambut yang terbentuk umumnya merupakan gambut topogen, tersusun sebagian besar dari gambut dengan tingkat dekomposisi sudah lanjut, yaitu gambut saprik. Sebagian lapisan tersusun dari gambut hemik. Seringkali mempunyai sisipan-sisipan bahan tanah mineral di antara lapisan gambut.
Warna tanah tersebut coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2), atau hitam (10YR 3/2), reaksi gambut di lapang termasuk masam-sangat masam (pH 4,5-6,0). Kandungan basa-basa (hara) rendah (total kation: 1-6 me/100 g tanah), dan kejenuhan basanya juga rendah (KB: 3-10%). Sebagian gambut di Lebak Dalam, mempunyai tingkat dekomposisi bahan gambut tengahan, yaitu gambut hemik. Warnanya relatif sama, coklat sangat gelap atau hitam, reaksi tanah masam (pH 6,0), dan kesuburan tanah masih termasuk rendah. Dalam klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999), tanah-tanah tersebut masuk dalam ordo Histosols, dalam tingkat (subgrup) Typic/Hemic Haplosaprists, Terric Haplosaprists, dan Terric Haplohemists.Tanah gambut, sebagai Haplosaprists dangkal (antara 50-100 cm), sebagian ditemukan di lebak tengahan, dan sebagai Haplohemists dan Haplosaprists dangkal umumnya lebih banyak ditemukan di bagian lebak dalam.
Tanah Mineral yang menyusun lahan rawa lebak, hampir seluruhnya berkembang atau terbentuk dari bahan endapan sungai. Tetapi di wilayah peralihan antara zona II (lahan rawa pasang surut air tawar) dan zona III (lahan rawa lebak), di bagian bawah profil tanah lebak ditemukan lapisan yang mengandung bahan sulfidik (pirit).
Tanah yang mengandung lapisan bahan sulfidik, dengan sendirinya termasuk tipologi lahan rawa pasang surut yang disebut Lahan Potensial. Berdasarkan letak kedalaman bahan sulfidik dari permukaan tanah, dikenal Lahan Potensial-1, jika kedalaman lapisan bahan sulfidik lebih dari 100 cm, dan Lahan Potensial-2, jika kedalaman lapisan bahan sulfidik terletak antara 50-100 cm. Pengelolaan dan penataan lahan yang mengandung bahan sulfidik harus lebih berhati-hati, dan pemanfaatannya untuk pertanian harus mengikuti system penataan lahan yang berlaku untuk lahan pasang surut dan Secara umum, pengelolaan lahan untuk tanah mineral yang berbahan induk bahan endapan sungai, lebih mudah karena bebas dari bahan sulfidik.
Dalam Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999), tanah mineral pada lahan lebak termasuk dalam ordo Entisols dan Inceptisols. Oleh karena termasuk “tanah basah” (wetsoils), semuanya masuk dalam subordo Aquents, dan Aquepts. Klasifikasi lebih lanjut pada tingkat subgrup, baik untuk Lahan Potensial-1 dan Lahan Potensial-2 maupun Tanah Rawa Lebak normal dan Tanah Mineral Bergambut.
Tanah-tanah mineral yang menempati lebak pematang, umumnya termasuk Inceptisols basah, yakni (subgrup) Epiaquepts dan Endoaquepts, dan sebagian Entisols basah yaitu Fluvaquents. Pada lebak tengahan, yang dominant adalah Entisols basah, yakni Hydraquents dan Endoaquents, serta sebagian Inceptisols basah, sebagai Endoaquepts. Kadang ditemukan gambut-dangkal, yakni Haplosaprists. Pada wilayah lebak dalam yang air genangannya lebih dalam, umumnya didominasi oleh Entisols basah, yakni Hydraquents dan Endoaquents, serta sering dijumpai gambut-dangkal, Haplohemists dan Haplosaprists.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman