Kamis, Desember 15, 2011

Budidaya Pertanian Lahan Basah

1. Pembukaan lahan dan pengelolaan air
Pembukaan lahan hutan merupakan awal dari pengelolaan lahan dan sekaligus merupakan upaya pertama mengelolaan air. Langkah yang pertama yang dilakukan dalam pembukaan lahan meliputii pembukaan suatu jalur hutan dimana sebuah paril sempit akan digali sehingga lahan didrainase secara buatan. Handil atau anjir dibuat untuk memperluas pengeruh pasang surut air, yang akhirna dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian.

2. pengolahan tanah
Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yag dilakukan adalah pembersihan lahan dengan cara pengendalian gulma (terutama purun tikus) yang dominan di dahan rawa. Gulma tersebut dapat memperkaya tanah dengan pupuk organic yang bersala dari vegetasi gulma yang membusuk.
Ada 2 cara pengolahan (pengendalian gulma) tanah sawah lahan basah dengan menggunakan tajak yaitu :
a. Manatat yaitu penebasab sawah yang dilakukan dalam keadaan yang kering (pada musim kemarau) biasanya pekerjaan ini dulakukan pada sebulan setelah panen. Tujuan manatat adalah mempermudah penebasan musim tanam tahun berikutnya dan mengurangi oertumbuhan rumput yang lambat busuk. Rumput-rumput hasil tebasan itu ditebarkan dan diratakan dipermukaan lahan sawah, ditebarkan sampai kering, dan ketika musim hujan sawah terendam dan rumput-rumput membusuk menjadi pupuk organic, dan rumput tersebut dapat menekan pertumbuhan anakan gulma, tanaman sawah siap untuk ditanamai, biasanya ditanami dengan bibit yang gberdasarkan dari persemaian taradakan.
b. Marincang yaitu menebas rerumputan gulma pada saat lahan sawah sudah berair, rerumputan hasil tebasan itu diratakan di permukaan lahan sawah fungsinya agar rerumputan itu dapat terendam air dengan merata.
Manatat atau merincang dikerjakan pada lahan sawah tahun, sedamgkan lahan sawah pasang surut hanya dikerjakan dengan cara merincang.

3. Dari persemaian hingga panen
Pada lahan gambut atau pasang surut umumnya permukaan air cukup tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk menyebarkan benih secara langsung di areal pertanaman. Untuk mengatasi hal ini, para petani lahan basah melakukan persemaian (tanam pindah, transplantasi) yang adakalanya dilakukan sampai tiga kali yaitu taradakan atau palaian (persemaian I), ampakan (persemaian II) dan lacakan (persemaian III).
a. Persemaian Taradakan / Tugal (Dry Bed Nursery)
Persemaian dengan cara taradakan paling banyak dilakukan petani. Persemaian ini dilakukan pada permulaan musim hujan (Oktober-November). Lahan persemaian dipilih pada daerah yang cukup tinggi agar tidak terndam ketika air pasang datang. Setelah dibersihkan dari rerumputan, pada lahan itu dibuat lubang dengan alu atau alat penumbuk lainnya untuk memasukkan benih padi yang telah disiapkan. Untuk 150 m2 persemaian diperlukan 5 kg benih. Setelah dua kali pemindahan (transplantasi) tanaman persemaian itu cukup untuk menanam 1 hektar sawah (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984).
Benih padi yang akan disemai, terlebih dahulu direndam selama satu malam, kemudian dimasukkan ke dalam bakul untuk ditiriskan. (ada juga petani yang langsung menugalakan benih itu tanpa direndam terlebih dahulu). Sebanyak 50 benih per lubang dengan jarak antar lubang tugal 15 cm dan beberapa cm di bawah permukaan tanah.
Setelah benih dimasukkan, permukaan lahan disapu dengan sapu lidi sehingga lubang itu tertutup kembali dan benih yang telah ditugalkan itu aman dari serbuan tikus, ayam atau burung. Untuk lebih aman lagi, permukaan lahan ditutup dengan rumput bekas tebasan. Ada juga petani yang memasang batang pisang de sekeliling lahan persemaian itu dan di atasnya ditutupi dengan hampang (balat), sehingga benih padi lebih aman dari serangan hama. Tanaman taradakan dipertahankan sampai berumur 35-40 hari.
Persemaian yang telaha tumbuh 20 – 30 cm tidak perlu diampak lagi, sebagaiman yang dilakukan pada persemaian dengan sistem palai, tetapi langsung dilacak ke sawah (Sjarifuddin, 1994).
b. Palaian (dapong”, raft nursery)
jika taradakan gagal karena tingginnya curah hujan atau diserang tikus dan tidak cukup[ waktu untuk melakukan persemaian kembali dengan cara yang biasa, cara lain untuk melakukan persemaian adalah palaian, suatu versi Kalimantan dari persemaian “dapog” yang dilakukan di Filipina. Benih disiapkan dengan cara memasukkannya ke dalam bakul dan menutupnya. Bakul itu ditempatkan pada lokasi yang lembab (dekat pencucian alat dapur atau di pemandian) atau malah direndam di sungai. Benih yang telah tumbuh (akarnya telah keluar) kemudian disemaikan di palaian yang telah disiapkan sebelumnya.
Palaian dapat dilakukan dengan menggunakan rating batang pisang atau pelepah rumbia, atau dilakukan di tebing-tebing sungai atau danau. Rakit dibuat dari batang pisang yang dilapisi dan ditutupi dengan lumpur (tebal 5 – 10 cm) dan ditempatkan pada suatu penahan atau diapungkan dipermukaan sungai. Benih yang belum berkecambah di sebar di atas medium lumpur itu (1 kg benih untuk 2 m2) dan ditutupi. Dengan cara ini 5 kg benih ditebarkan pada 10 m2 persemaian biasanya cukup untuk bibit (dan setelah dua kali dipindahkan) untuk menanam 1 hektar sawah.
Untuk cara penyemaian di tebing sungai, lahan persemaian harus disiapkan terlebih dahulu dengan cara membersihkan (membabat) rumput yang tumbuh disana, kemudian menimbun atau menguruk lahan itu dengan lumpur hingga merata. Setelah itu benih padi disemai dipermukaan lumpur dengan cara menyebar dan menenggelamkannya ke dalam lumpur itu. Dalam beberapa hari benih itu akan tumbuh.
Dibandingkan dengan bibit “taradakan”, bibit “palaian” tumbuh lebih cepat namun umumnya lebih lemah. “Palaian” dapat dianggap sebagai persemaian darurat (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al, 1984).
Palaian yang sudah tumbuh sekitar 10 – 15 cm (berumur sekitar 15 hari) dikerat persegi “alasnya” dengan ukuran sekitar 8 x 8 cm, keratin ini dibawa ke tempat lain atau langsung ke lahan yang kedalaman airnya sekitar 2-3 cm. proses pemindahan ini disebut ma-ampak (menanam kembali), sedangkan persemaiannya disebut ampakan. Apabila batang padi yang diampak itu sudah cukup besar, barulah dilacak di sawah (Sjarifuddin, 1994).
c. Ampakan (first transplanted seedlings)
Bibit taradakan dipelihara di persemaian selama 40 hari kemudian bibit palaian selama 15 hari. Sampai tahap ini, air terus meninggi, sehingga bibit belum bisa ditanam langsung di sawah. Bibit dari persemaian “taradakan” atau “palaian” itu kemudian dipindahkan (transplantasi) ke bagian lahan yang lain. Bibit yang pertama dipindahkan ini disebut “ampakan”, dilakukan antara bulan Desember – Januari. Alasan untuk dilakukan pemindahan ini terutama untuk meningkatkan kemampuan tumbuh bibit dan mendorong perbanyakan anakan tanaman. Luasan areal persemaian “ampakan” ini sekitar 20 % dari luas areal pertanaman yang sesungguhnya, atau dengan cara membagi bibit dari persemaian I menjadi 4 – 5 bagian. Pada “ampakan” ini tanaman dipertahankan sampai berumur 35-45 hari (Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984). Menurut Noor et al. (1991), persemaian “ampakan” memerlukan pupuk 100 kg Za dan 75 kg TSP/ha.
d.Lacakan (Second Transplanted Seedlings)
Selama tahap persemaian ampakan, lahan lainya dipersiapkan untuk memindah bibit 8untuk kedua kalianya. Pada saat ini curah hujan sudah sangat tinggi dan lahan tempat bibit akan dipindahkan sudah penuh tergenang. Persemaian lahan untuk memindahkan kedua ini mencangkup penebasab vegetasi. Vegetasi yang ditebas dibiarkan untuk terdekomposisi dalam air dan setelah itu dipergunakan dilahan sebagai sebaghai pupuk hijau. Sepertiga total lahan yang akan ditanami disiapkan menurut pola berjalur (strips). Persemaian ampakan dipindahkan pada bulan januari dan memindahkan yang kedua kali disebut lacakan.
Persemaian lacakan perlu dilakukan mengingatsurah hujan yang tinggi sehingga lahan tergenang cukup tinggi sedangkan lahan tergenang cukup tinggi sedangkan keadaan tanaman masih terlalu pendek. Bi bit lacakan tidak dapat ditanam dilahan utama sampai tanaman mengembang anakan yang kuat dan dapat tumbuh dengan memuaskan pada keadaan level air dilahan utama. Lamanya poersemaian lacakan biasanya antara 50 – 70 hari, tergantung banyak bibit yang diperlukan untuk transplanting terakhir dan kedalaman air dilahan utama. Umur lacakan yang terbaik adalah antara 55 – 60 hari (apabila lacakan sudah beranak dan batangnya mulai keras). Pemindahan kedua dimaksudkan untuk merangsang perbanyakan anakan demi untuk memperoleh bibit yang cukup untuk pertanaman terakhir dan juga untuk menunggu saat oermukaan air yang paling menguntungkan diulahan sawah untuk pertanaman terakhir.
e. Penyimpanan Lahan Untuk Transplanting Terakhir
Sekitar sebulan setelah bibit lacakan ditanam, lahan yang tersisa disiapkan untuk penanaman terakhir. Pekerjaan ini biasanya dilkukan pada bulan februari mengikuti hala yang sama sebagaimana untuk transpalanting terdahulu.
f. Penanaman Dilahan Utama
Pada bulan maret _april permukaan air dilahan sawah cukup rendah untuk penanaman terakhir. Persemaian lacakan yang kini mempunyai anakan melimpah digali dan ditanam, setelah bagaian atas dan akarnya dipangkas. Tak ada batasan mengenai jarak tanam yang diperlukan. Metoda yang sering dikenal senagai “sedepa lima”. Lubnang tanam di Tanami dengan 2-3 bibit/lubang tergantung varietas. Pada pertanian lahan basah ini kecuali pupuk hijau tak ada pupuk lain digunakan. Permukaan tinggi selama pertumbuhan vegetative dari tanaman padi dan pengruh penutupan (shading) dari verietas tradisiomal tinggi. Karena itu populasi gulama relative sedikit dan taj dilakukan penyiangan gulma.
g. Panen
Panen biasanya dilakukan pada bulan agustus-september dengan memotong tangkal pada dasarnya dengan alat ani-ani (ranggaman). Sabit tidak umum digunakan didaerah ini. Padi itu dikumpulkan dan dirontokkan dengan kaki. Dibersihkan dengan gumbaan, sebuah mesin penampi yang dioperasikan dengan tangan. Padi kemudian dijemur sebelum disimpan di limbung kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman